infomjlk.com — Kabupaten Majalengka, yang ironisnya merupakan salah satu sentra produsen bibit ikan unggul seperti nila, lele, dan gurami, kini menghadapi dilema serius. Produksi ikan lokal rupanya jauh dari cukup untuk menutupi tingginya kebutuhan konsumsi masyarakat, memicu lonjakan harga yang signifikan di pasaran.
Data dari Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Majalengka menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan ikan untuk penduduk Majalengka per tahun mencapai 17.191,05 ton. Angka ini didasarkan pada konsumsi rata-rata sebesar 11,03 kilogram per kapita per tahun.
“Saat ini, kami masih mengalami kekurangan pasokan sebesar 7.714,35 ton,” ungkap Kepala DKP3 Majalengka, Gatot Sulaeman. Defisit besar ini memaksa Majalengka sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah, terutama dari Waduk Cirata dan sejumlah kabupaten lain di Jawa Barat.
Ketidakseimbangan antara supply dan demand ini langsung berimbas pada kenaikan harga ikan air tawar secara drastis. Komoditas yang paling digandrungi, yakni ikan mas dan nila, kini dijual di pasaran dengan harga mencapai Rp36.000 hingga Rp40.000 per kilogram.
Lonjakan harga ini telah terasa sejak tiga pekan terakhir di sejumlah pasar. Pengelola Pasar Sindangkasih Majalengka melaporkan bahwa harga ikan mas dan nila sudah mencapai titik tertinggi, yakni Rp40.000 per kilogram. Sementara itu, ikan lele dibanderol Rp30.000/kg, dan harga gurami meroket hingga antara Rp80.000 sampai Rp90.000 per kilogram.
Gatot Sulaeman menjelaskan, kenaikan ini tidak hanya disebabkan permintaan yang terus meningkat, tetapi juga diperparah oleh melonjaknya harga pakan ikan secara berkelanjutan. Dalam upaya menekan biaya produksi dan mengendalikan harga jual, DKP3 gencar mengimbau para petani ikan untuk beralih ke solusi pakan alternatif atau pakan mandiri.
Inisiatif ini meliputi pemanfaatan magot yang dikembangbiakkan dari larva BSF (Black Soldier Fly) dengan media sisa sayuran atau bahan organik, serta pengembangan azolla sebagai sumber protein alami. Selain itu, petani juga didorong memanfaatkan limbah dari pabrik pengolahan ikan (yang kebetulan terdapat di Kecamatan Palasah) yang diolah kembali dengan formula tepung ikan.
“Pembuatan pakan mandiri ini sudah kami coba dan berjalan, salah satunya oleh kelompok Haji Oyo, yang memanfaatkan limbah dari pabrik olahan ikan,” tutup Gatot, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk terus mendukung sektor perikanan dengan bantuan bibit dan teknologi pakan alternatif.

